Sebagai
salah satu saksi bisu sejarah Banten, keindahan dan keberadaan Stasiun Rangkasbitung
tak lekang oleh waktu. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1900 ini dibangun oleh
perusahaan kereta api Staasspoorwegen (SS) dengan jalur Tanah Abang-Anyer Kidul
dengan melewati Rangkasbitung. Kenapa melewati Rangkasbitung? Alasan utamanya
adalah hasil kebun dan tambang. Rangkasbitung yang masuk dalam wilayah Banten
Selatan memiliki nilai komoditas yang tinggi, khususnya lada. Selain itu pada
masa penjajahan Jepang, Rangkasbitung bagian selatan Banten (Bayah) mulai dibuka
pertambangan bijih besi dan batu bara yang dibutuhkan oleh Tentara Jepang saat
itu untuk memenuhi kebutuhan perang mereka dalam Perang Pasifik. Keberadaan
jalur kereta ini mempercepat pengiriman barang dan komoditas yang sebelummnya
dikirim menggunakan kendaraan roda empat atau gerobak. Namun, bukan hanya ini
alasan berdirinya Stasiun Rangkasbitung.
Alasan lainnya adalah karena maningkatnya aksi dan pertikaian di wilayah ini yang pada masanya masih menjadi bagian dari Kesultanan Banten. Sulitnya akses menuju wilayah Rangkasbitung ini mengakibatkan proses penyelesaian konflik memakan waktu yang lama dan menghambat pertumbuhan kota. Terlihat pada aksi ketika Presiden Soekarno yang datang ke Rangkasbitung menggunakan kereta untuk menyuarakan kemerdekaan dan mendorong rakyat pribumi untuk mencapai kebebasannya pada tahun 1944 di pertambangan Bayah. Lalu pada tahun 1951 untuk yang ketiga kalinya beliau ber-silahturahmi ke Banten setelah NKRI berdiri dan Soekarno telah menjadi Presiden Indonesia.
Stasiun Rangkasbitung masuk dalam kategori Station (Stasiun Besar) sebelum dikeluarkannya Surat DDKA No. 20493/BB/54 pada tanggal 16 Maret 1954 yang mengubah kategori stasiun ini menjadi Stasiun Kelas 1. Stasiun ini berfungsi sebagai stasiun angkut penumpang, angkutan barang, dan transit dengan fasilitas bangunan utama yang berisi kantor, ruang penyiar, ruang tunggu, dan loket, lalu terdapat jalur rel kereta api dengan overcapping, depo lokomotif, dan juga mess karyawan serta watertoren. Seiring berjalannya waktu, tentu bangunan-bangunan dalam kompleks stasiun mengalami perubahan, mulai dari penambagan bangunan/ruangan baru atau perbaikan bangunan lama hingga perubahan fungsi. Sebagai contoh, terdapat watertoren (menara air) dan watercolumn (jalur air) yang memenuhi kebutuhan air di stasiun termasuk sebagai bahan bakar lokomotif uap yang beroperasi saat itu, kini telah tidak digunakan sebagaimana lokomotif uap tak digunakan lagi dan digantikan dengan lokomotif dengan bahan bakar batu bara dan juga lokomotif/kereta listrik. Tercatat pada tahun 1964 watertoren masih digunakan sebagaimana fungsi awalnya untuk mengisi bahan bakar uap lokomotif yang disalurkan oleh watercolumn dari watertoren ke lokomotif yang jalurnya pernah ada di overcapping stasiun, namun saat ini sudah tak terlihat lagi jejaknya.
Saat
ini Stasiun Rangkasbitung memiliki kurang lebih 11 jalur lokomotif yang
beberapa jalurnya digunakan sebagai tempat berisitirahat kereta yang sedang tak
beroperasi. Bangunan lama stasiun ini sekarang berdampingan dengan bangunan
baru yang mana bangunan baru ini digunakan sebagai loket masuk khusus penumpang
KRL Rangkasbitung-Tanah Abang, sedangkan fasad/bangunan lama stasiun masih
digunakan sebagai loket tiket untuk penumpang kereta lokal
Rangkasbitung-Serang.
Sampai
saat ini, Stasiun Rangkasbitung masih bertahan di tengah ramainya kehidupan
kota yang padat ini. Watertoren yang menjulang tinggi seakan menandakan kehadirannya
yang tak lekang oleh waktu masih akan menemani kita semua. Mari kita lestasikan
segala bentuk nilai budaya dan sejarah baik berbentuk ataupun tak berbentuk
yang menegaskan semangat bangs akita dalam berkembang ke arah yang lebih baik
!!
-Aziza Hendarini-
Referensi:
Hendarini,
Aziza. Peran Stasiun Rangkabsitung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Muara Ciujung
Timur dan Rangkasbitung Barat pada Tahun 1900-1958. Skripsi Sarjana Arkeologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, 2022.
Museum
Multatuli. 05 September 2022. “Bung Karno ‘Nyoba’ Banten. Bagian I, Tahun 1951”.
https://museummultatuli.id/kajian/bung-karno-nyaba-banten-bagian-i-tahun-1951/
dilihat pada 02 Mei 2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar